Tuesday, March 13, 2012

Banjir Pengemis di Makassar

Di Makassar, musim hujan bukan hanya identik dengan banjir. Pengemis juga ikut membanjir di Kota ini. Saya mulai mengingat - ingat rute apa saja yang rajin ditongkrongi pengemis, sejak November 2011. Dan sejak itu pula, belum ada upaya dari pemerintah kota untuk membina dan membinasakan pengemis di kota ini. Bukan berarti, masalah pengemis ini baru muncul sejak November 2011, tapi setidaknya, sejak itulah saya memperhatikan eksistensi pengemis di Kota Daeng.

Daerah - daerah yang dihinggapi pengemis ini, sebagian besar ada di lampu merah. Antara lain,
-Perempatan Jl. Sudirman - Bawakaraeng - Kartini
-Perempatan Jl. Monginsidi - Sungai Saddang - Veteran
-Perempatan Jl. Landak Baru - Veteran - Landak Lama
-Pertigaan Jl. Ratulangi - Kakatua - Landak
-Perempatan Jl Sungai Saddang - Monginsidi - Latimojong
-Pintu Satu Unhas
dan masih banyak lagi

Setidaknya daerah - daerah yang saya sebutkan di atas, adalah daerah yang pengemisnya 'maksa'. Mereka menyamar menjadi pengamen, penjual stiker ayat kursi, dan pembersih mobil yang menggunakan kemoceng.

Daerah terbaru yang saya amati, adalah pertigaan Jl Boulevard dan Jl AP Pettarani. Di titik ini, baru sekitar sebulan dipasang traffic light. Inilah juga sepertinya, yang semakin mengundang para pengemis dan sejenisnya.

Sore tadi saja, tidak tanggung - tanggung, 3 orang pengemis yang masih belia, sempat singgah di samping kendaraan saya. Pasalnya, lampu merah di kawasan ini, cukup lama menyala, sehingga menimbulkan antrian panjang. Antrian inilah yang dimanfaatkan oleh para adik - adik pengemis secara silih berganti.

Segerombol anak - anak dengan 'jubah' pakaian ala anak pesantren, berjaga di lampu merah bulevard untuk mengais rejeki. Menurut saya, ini bentuk kamuflase dari pengemis

Setelah pengemis kanak - kanak yang datang silih berganti, beberapa meter kemudian, ada juga pengemis penyandang disabilitas
sosok pengemis (kiri) dan loper koran (kanan). Terlihat jelas mana pihak yang setidaknya memiliki usaha untuk memperbaiki hidupnya

Mungkin sama dengan warga kota lainnya, saya pribadi lebih respek dengan pengemis yang disabilitas, dibanding pengemis yang kanak - kanak. Kenapa? karena pengemis di bawah usia ini melaksanakan 'profesi'nya dengan disaksikan oleh orangtua mereka (biasanya ibu). Kendatipun para orangtua ini tidak ada di sekitar lokasi pengemis, mereka sudah sangat keterlaluan karena membiarkan anak mereka mencari nafkah, merasakan kerasnya hidup, dan memberikan pendidikan sosial yang tidak baik. Pendidikan sosial yang saya maksud, adalah mendoktrin anak mereka untuk selalu berharap uluran tangan orang, bukannya berusaha mengerahkan pikiran dan kreativitas mereka.

Inilah akhirnya sikap yang diadaptasi kaum terpinggirkan. Menunggu sedekah, termasuk menunggu BLT (Bantuan Langsung Tunai). BLT cair, mereka hambur - hamburkan. Untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, mereka mati akal.

Namun, sebersalah bagaimanapun orangtua yang membiarkan anak mereka turun ke dunia ngemis - mengemis, lebih kejam lagi pemerintah. Kemana dinas sosial? Kemana implementasi Undang - Undang  Dasar, bahwa negara memelihara anak - anak ini semua?. Apalah artinya pertumbuhan ekonomi yang 8,8 persen, visi kota dunia yang selalu menggema, jika kita semua tidak berhasil memeratakan kualitas hidup orang kebanyakan dengan para pengemis ini..

No comments: