Lalu, bulan pertama saya mulai berdomisili (lagi) di Jakarta, saya jalan-jalan ke Gramedia, dan menyusuri rak-rak buku best seller.
Niat awal, buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong ini, akan saya berikan kepada adik saya di Makassar. Maklum, buku ini juga merupakan request atau pesanan mereka.
Namun, rencana berubah, karena Bapak saya, yang akan membawa buku ini ke Makassar, menunda perjalanannya ke Jakarta. 1 minggu, 2 minggu, hingga tak terasa 3 minggu perjalanan beliau ditunda. Sampai akhirnya, tangan ini gatal untuk membuka bungkusan buku dengan cover nuansa emas ini.
Tepat setelah menamatkan buku Habibie dan Ainun, saya membaca bukut biografi CT ini.
Saya makin mengenal CT sebagai sosok yang luar biasa hebat. Kesempatan pertama saya membaca buku ini, saya tidak bisa beranjak. Tidak terasa, 60 lebih halaman sudah saya habiskan.
Gaya penulisannya menarik. Meskipun terkadang alur penceritaannya maju - mundur, tapi saya sebagai pembaca dapat paham.
CT, putera blesteran Batak-Sunda benar - benar karakter yang luar biasa. Setidaknya, setelah saya membaca 80 persen buku ini. Dalam buku ini, dikutip, kurang lebih, bahwa "Seperti dewa Yunani bernama Midas, CT selalu berhasil membuat apa yang Ia sentuh menjadi Emas". Kutipan tersebut ada di salah satu deretan kata pembuka Jacob Oetama, Presiden Komisaris Kompas Gramedia.
Buku yang disusun wartawan senior Kompas, Tahja Gunawan Diredja ini, menurut saya, sangat mampu membangkitkan kembali semangat membaca. Tidak hanya itu, buku ini juga membangkitkan semangat agar kita selalu memiliki "need for achievement". Dan tidak lupa, semangat nasionalisme. Hal yang sangat klise untuk anak muda seusia saya.
Jakarta, dini hari 3 Februari 2013.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
No comments:
Post a Comment