Market: pasar
Marketing: memasarkan
Persepsi orang terhadap politik berbeda-beda. Tapi, kalau boleh menebak, persepsi sebagian orang jatuh pada tayangan - tayangan pidato; debat - debat; bendera - bendera partai; atau gedung KPK. Maklum, hukum kita sedikit banyak sudah terkontaminasi hukum.
Selain hukum, politik juga memasukkan unsur ilmu sosia lainnya: marketing.
Kita mengenal marketing politik sejak pemilu langsung dianut oleh negara kita. Pada pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilu kepala daerah (pilkada).
Keramaian kota dihiasi dengan spanduk - spanduk. Banner - banner digital printing juga tak ketinggalan. Memanfaatkan IT, para figur juga membuat situs pribadi. Beberapa juga aktif di facebook, berkicau di twitter, dan menyebar pesan berantai via Blackberry Messenger.
***
Figur yang lebih beruntung, bisa memanfaatkan media. Termasuk televisi. Semakin suka bicara kontroversi, semakin suka mem-"follow up" isu terkini, semakin sering anda tampil di layar kaca.
Sebut saja mantan Ketua Demokrat Cilacap Tri Dianto. Tahun lalu, bekum banyak yang mengenal pria ini. Namun, ketika Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka Hambalang, sosok Tri menjadi familiar. Wartawan menunggu - nunggu pernyataan Anas. Lebih dari itu, media massa juga ingin tahu siapa dan apa yang terjadi di dalam.
Tri lalu muncul ibarat air yang menghilangkan haus ingin tahu publik. Mau tahu soal kondisi Anas, cukup kutip "soundbite" dari Tri. Ia diundang wawancara "live"; ikut talkshow; dan menghiasi halaman media online.
Belakangan, Tri mencalonkan diri menjadi Ketua Demokrat. Di luar perdebatan mengenai kans yang dimiliki Tri, ia adalah contoh marketing politik yang baik. Bayangkan saja, 4 bulan yang lalu publik tak tahu siapa dia. Tapi saat ini, publik relatif mengenalnya, dan mulai tahu apa maunya.
****Foto: Tri Dianto saat diwawancara di depan rumah Anas Urbaningrum, Februari 2013. kredit foto: okky irmanita.

No comments:
Post a Comment