Hari ini tak biasa. Wapres sedang ke luar kota, jadi korlip mengutus saya untuk meiput agenda lain. Saya kebagian liputan peringatan hari tembakau sedunia, di Lotte Shopping Avenue, Kuningan, Jakarta Selatan. Informasi dari undangan yang redaksi terima, peringatan ini berlangsung di Atrium Utama mal tersebut, dan merupakan kerjasama Komnas Pengendalian Tembakau dengan management mal.
Saat kami tiba, acara pembukaan telah usai, dan sudah masuk ke acara talkshow. Sayapun mencari panitia atau media relations acara ini. Saya lalu ditemani Mbak Nanda dari Komnas PT dan dikenalkan dengan Ketua Komnas PT, dr. Prijo Sidipratomo. Perbincangan dengan dr. Priyo sungguh "mengenyangkan'. Menurut mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini, jumlah perokok aktif di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Perokok di Indonesia jumlahnya terbesar di ASEAN. Persentasi perokok aktif di Indonesia, menurut dr. Priyo juga tertinggi di dunia. Dari 3 laki - laki, 2 di antaranya adalah perokok.
Dokter ahli radiologi ini bersemangat menjelaskan kenapa rokok harus dicegah penyebarannya di generasi muda. Di tengah perbincangan, dr. Priyo harus naik ke atas panggung untuk menyerahkan plakat kepada narasumber talkshow.
dr. Priyo mengenalkan saya ke salah satu dokter ahli paru - paru di acara ini. Sayang sekali, saya lupa nama dokter tersebut. Dokter paru ini sempat "curhat" tentang beban kemanusiaan yang dia pikul akibat pekerjaan ini. "Saat ada pasien terdiagnosa kanker paru, keluarga mereka selalu bertanya, apakah bisa sembuh, atau sampai kapan pasien ini bertahan hidup. Di situ ada semacam beban tersendiri. Pasalnya kanker itu pada dasarnya tidak bisa sembuh".
Si dokter paru, juga berkisah tentang bebalnya pasien perokok yang pernah dia tangani. "Pernah ada pasien saya kanker paru stadium 4. Tapi di sampingnya masih ada rokok Dji Sam Soe.", katanya lirih.
Dari dokter paru, saya juga diperkenalkan ke Pak Jalal, seorang profesional konsultan CSR (Coorporate Social Responsibility). Pak Jalal memberi "insight" baru soal bahayanya rokok. Menurut Jalal, produksi rokok yang semakin masif berkorelasi dengan bencana alam akibat penebangan hutan. "Rokok ini adalah industri dengan perkebunan terbuka. Untuk membuka lahan rokok, lahan harus dibersihkan". Hal lain yang baru saya ketahui dari obrolan dengan Pak Jalal, adalah limbah puntung rokok. "Hampir 80 persen puntung rokok dibuang sembarangan. Saat ini di Indonesia, 34-350 batang rokok diproduksi per tahunnya. Bayangkan limbahnya. Terbuang di tanah, di air, sementara nikotinnya masih menempal di puntung rokok tersebut".
Gerakan Sosial Sebuah Mal
Lotte Shopping Avenue (LSA) terbilang mal baru. Di kawasan Kuningan, sebelumnya sudah ada ITC Kuningan, Mal Ambassador. Ada pula Mal Kuningan City yang juga hampir "seumuran" dengan LSA. Mal ini adalah kerjasama pengembang ternama Ciputra dengan perusahan asing asal Korea Selatan, Lotte.
Hari ini, bertepatan dengan Hari Anti Tembakau Internasional, LSA mendeklarasikan diri sebagai mal anti rokok. Konkretnya, semua tenant di LSA yang menyediakan tempat merokok, harus mengambil area outdoor. Anastasia Damastuti, Manager Marketing Communiction LSA, mengaku tidak takut kekurangan pengunjung akibat deklarasi ini. "kami memang menyasar segmen keluarga. Sehingga kami tidak takut pengunjung berkurang karena mal kami antirokok. Justru orangtua akan merasa nyaman ketika membawa anak - anak di mal ini."
Sebenarnya, pusat keramaian sudah sangat banyak yang menerapkan larangan merokok. Setidaknya, ada area khusus untuk perokok. Namun, saya pribadi mengapresiasi langkah LSA ini. Sedikitnya, ada social movement dari pengelola Mal untuk mendukung gaya hidup antirokok.
No comments:
Post a Comment