Thursday, April 21, 2016

Pasar Ikan Glasgow





Ikan, udang, kepiting, atau sederet jenis seafood lainnya terbilang Cimakanan mewah di Glasgow. Selain harganya mahal, seafood yang dijual dalam kondisi tidak beku juga sulit didapatkan. Jadi, sebagai mahasiswa yang uang belanjanya terbatas dan waktu luangya hanya cukup untuk aktif di media sosial, seafood selalu tidak masuk dalam daftar belanja kami para pelajar. Makanya, saat kami berkesempatan jalan - jalan ke Oban untuk makan seafood rasanya mewaaaaaaaah sekali.


Bagaimana dengan ikan kaleng atau kita kenal juga dengan istilah ikan sarden. Jenis sarden ada banyak!. Di supermarket seperti Tesco dan Sainsbury bahkan tersedia sarden yang diproduksi sendiri oleh minimarket tersebut. Harganya juga murah, di bawah £1. Tapi, jangan tanya rasanya. Satu hal yang jadi pelajaran: bumbu sarden di Indonesia sangat gurih dan membuat ikannya juga ikutan gurih.

Sebagai pembanding, saya pernah membeli sarden di supermarket yang menjual aneka bahan makanan impor dari Asia. Rasanya enak, bumbunya mirip dengan sarden - sarden di Indonesia.

------

Pagi ini, Rabu 21 April 2016, saya dan Eva mencoba petualangan baru: mengunjungi Glasgow Fish Market. Malam sebelumnya, saya sudah sempat googling soal tempat ini. Lumayan jauh dari West End, tempat kami bermukim. Opsinya, kami harus naik Subway sekali + naik bus sekali atau naik bus dua kali atau naik jalan kaki 20 menit ke Partick Train Station dan naik kereta ke sana.

Subuh hari jam 5.38, kami belum memutuskan akan mengambil opsi apa untuk ke pasar ikan. Yang menarik, ternyata Google Maps tidak menampilkan Opening Times dari si pasar ikan. Padahal biasanya, tempat - tempat publik yang kita cari di Google Maps menyantumkan opening times.

Tidak seperti tempat publik lainnya, cukup susah ternyata untuk sekadar mendapatkan informasi jam buka pasar Ikan Glasgow.
Saya sudah googling malamnya, dan membaca artikel di sebuah forum diskusi yang bernama "The Glasgow Hidden Forums" kebetulan pernah membahas topik pasar ikan Glasgow. Di forum itu, seorang member memberi komentar kalau pasar ikan Glasgow buka dari jam 2.30 dini hari sampai dengan jam 7 pagi. Saya liat jam. Whatttt, sedikit lagi jam 06.30. Belum jalan ke sana - belum nyari - nyarinya - belum milih - milihnya.

Lalu, kami mendapat satu nama "John Vallance". Situs review yelp.co.uk memajang nama tersebut sebagai salah satu kios ikan terbaik di kota ini. Akhirnya kami googling lagi, dan dapat informasi jam bukanya di all-opening-hours.co.uk.

Di website tersebut tertulis jam buka John Vallance, salah satu kios di Glasgow Fish Market, adalah jam 3.30am - 12.00am. Entah kami harus percaya situs ini atau forum diskusi dunia maya The Hidden Glasgow tadi.

Sempat saya dan Eva pasrah (cailah) dan terpikir untuk mencoba lagi besok untuk ke pasar ikan. Tapi, saya lalu terpikir ide untuk naik taksi saja ke sana, dan baru naik angkutan umum sepulangnya. Keputusan ini berujung menjadi keputusan yang tepat.

Kami menunggu Uber Taksi sekira 6 menit. Taksi ini membawa kami selama kurang lebih 10 menit dengan kondisi jalanan masih sangat lengang.

Saat kami tiba di Blochairn Road, kami tidak melihat kios atau lapak ikan segar. Yang kami lihat adalah peti - peti berisi wortel, bawang bombay, dan forklift warna hijau. Saya pun turun dan bertanya. Oh, ternyata Blochairn Market ini terdiri dari pasar sayur dan buah serta pasar ikan segar.

Bentuk pasar ini seperti gudang, kami serasa ada di kawasan industri. Banyak juga mobil parkir, tapi tidak banyak orang. Orang - orang yang mondar mandir memakai seragam khusus yang mengindikasikan kalau mereka adalah pekerja di tempat ini.

Kami akhirnya masuk ke gudang yang paling belakang, tempat pasar ikan berada. Sepi sekali di situ. Yang ada hanya beberapa pekerja sibuk memindahkan peti - peti ikan. Wah, jangan - jangan pasar ini cuma melayani pembelian grosir. Kami teringat lagi saat googling sempat beberapa kali muncul kata "whole sale" saat kami mencari informasi tentang Glasgow Fish Market.

Kami menemukan tulisan "John Vallance", kios ikan yang kata Yelp paling top di kota ini. Setelah beberapa saat bingung karena suasana pasar ikan ini tidak sesuai espektasi kami, Saya bertanya ke mas - mas muda yang habis ngobrol dengan temannya. Ternyata memang benar dia ganteng.
Eh, maksudnya, ternyata memang benar kios ini menjual ikan dalam jumlah grosir. Tapi mereka juga melayani partai kecil. "It depends on you how many fish you want to buy. But I actually do not know much, I can show you a person who can explain..".

Kami ketemu mas - mas ganteng (lagi), kali ini lebih mature dibandingkan yang pertama. Dia mengajak kami ke bagian depan gudang (ternyata karena muter - muter kebingungan, kami justru masuk dari pintu belakang kios. Hahaha).




Kami ditunjukkan beberapa jenis ikan segar yang ada di dalam box putih. "This is red snapper, mackarel, monkfish…", kata si mas menjelaskan nama - nama ikan. Saya membuka kembali browser di ponsel saya. Saya sudah siapkan laman yang memuat "nama - nama ikan dalam bahasa inggris" Hehehe.

Ternyata, beli ikan satu ekor juga boleh di sini. Ikan lalu ditimbang, dan dihitung dengan kalkulator di iPhone. Wait, IPHONE?

Ya, si mas - mas yang melayani kami menggunakan iPhone 6 yang dikeluarkan dari sakunya untuk menghitung berapa harga yang kami harus bayar. Setiap jenis ikan ditimbang, dan dikalkulasi harganya. Eva membeli 6 jenis ikan. Berarti, kira - kira 6 kali si mas mengeluarkan iPhone-nya untuk menghitung harganya.

John Vallance melayani pembayaran dengan kartu debit. "We have to go upstairs so you can use your card in our machine", kata si mas.

Wah, ternyata yang dia maksud "upstairs" itu semacam kantor dari kios ikan John Vallance ini. Di dalam ada meja - meja, beberapa komputer, dan pegawai - pegawai berbaju ala kantoran. Mesin kartu debitnya ada di belakang ruangan, di dekat seorang ibu pegawai.

Kami pun pulang dengan Eva menenteng sekantong ikan yang isinya ada 6 jenis.
Kami mengarah ke pintu keluar dan akan naik angkutan umum. Bus atau kereta. Wait, tapi ke arah mana?.
Paket data kami berdua habis. Tidak ada internet. Dan kami terlalu malas untuk bertanya. Hahahaha

Kami lalu mengikuti insting, mengikuti papan petunjuk jalan. Setelah papan petunjuk jalan pertama, kami mendengar suara kereta. "Ah, kereta!, kita naik kereta saja!", sahutku. Tapi kami bingung juga stasiun keretanya di mana. Hiks.

Kami tetap jalan kaki, dan menemukan papan penunjuk jalan kedua. Akhirnya, ada tulisan "City Centre". Kami ikuti arahan papan tersebut dan menemukan halte bus dengan beberapa orang yang sudah menunggu. Perfect, saat itu jam 08.46, Bus No. 19 ke City Centre akan datang jam 08.49.

And here is the best part:
Pallumara Kakap Merah karya Chef Eva. 

No comments: