Beberapa hari ini, santer dibicarakan berbagai lapisan masyarakat Indonesia mengenai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengeluh karena gajinya sebagai Presiden selama 7 tahun belum sekali pun mengalami kenaikan. Berbagai politisi dan pegamat mengeluarkan argumen pro dan kontra menyusul statement presiden ini. Yang pro, tentu saja beralasan untuk menopang kinerja Presiden yang mengurusi semua lini negeri ini. Yang kontra beranggapan, Presiden tidak sepatutnya "curhat" agar gajinya dinaikkan. Terlebih beberapa pekan sebelumnya, pemerintahan SBY dicap "pembohong" oleh tokoh2 agama berdasarkan bukti - bukti bahwa keberhasilan dan janji pemerintah yang belum terealisasi dan bahkan ada yang direkayasa.
Tokoh masyarakat dari Sulawesi Selatan yang juga merupakan rival SBY pada pemilu 2009, Jusuf Kalla akhirnya angkat bicara mengenai polemik ini.
Berikut pendapat beliau ..
"menurutnya, tak sopan jika pernyataan soal gaji pejabat dilempar ke depan publik. "Jadi kalau anggaran kita cukup ya disesuaikan, tapi mata penghasilan. Tidak banyak pejabat itu, Presiden kan satu, Ketua DPR, berapa, supaya ada aturannya. Tapi saya kira tak usah dibicarakan ke publik, tak sopan, " katanya di sela acara diskusi tentang Blok Natuna di Gedung DPR RI, Kamis (27/1/2011).
Mantan Ketua Umum Golkar ini juga mengatakan bahwa evaluasi kenaikan gaji sebenarnya sudah diminta oleh Presiden pada tahun 2006. Namun, belum terwujud. Hanya saja, jika diomongkan ke publik tentu akan berbeda.
Kalla mengatakan, sebagai besar para pejabat publik yang berasal dari partai politik tidak pernah menanyakan gaji waktu berkeinginan mencalonkan diri sebagai pejabat. Cita-citanya seharusnya adalah melaksanakan amanah dan kehormatan. "Semua orang memang perlu kehidupan yang layak. Jadi walaupun kita semua punya budaya, gaji itu masalah internal," tambahnya.
Namun demikian, Kalla tak melihat bahwa pernyataan Presiden SBY bukan soal keinginan naik gaji, meski secara umum para pejabat publik ingin naik gaji. Dia menambahkan, sepanjang pengetahuannya, gaji Presiden berkisar di angka Rp 60 juta dan Wakil Presiden di angka Rp 40 juta.
Sementara itu, dana taktis Presiden sejumlah Rp 2 miliar dan untuk Wapres sebesar RP 1 miliar, lanjut Kalla, tidak boleh digunakan untuk keperluan pribadi. Dana itu hanya bisa digunakan untuk sumbangan sosial, penambahan kekurangan dana staf dan operasional."
sumber :tribun - timur online
No comments:
Post a Comment