Showing posts with label kuliah. Show all posts
Showing posts with label kuliah. Show all posts

Friday, April 8, 2011

2 telinga, 1 mulut

Hari itu, Kamis 6 April 2011 ketika Makassar diguyur hujan yang sesekali deras. Saya sudah hadir di kampus pukul 07.10, ketika belum satupun mahasiswa lain datang. Dan saya datang sebelum hujan terjadi, dan awan mendung masih menggelayut di udara. Saya tidak langsung masuk kelas, dan menunggu hingga jadwal kuliah mulai, yakni 07.30. Pada jam tersebut, saya menyambangi kelas, dan menemukan dosen saya, seorang wanita muda yang cantik sedang berbincang dengan kawan saya di kelas. Rupanya isi kelas baru 4 orang, ditambah saya jadi 5 orang. Padahal ini sudah minggu kesembilan perkuliahan, dan jadwal kuliah tidak berubah. Memang, dosen ini baru masuk pertama kali karena bagi tugas dengan dosen lain. Setelah ini, dia akan masuk untuk mengisi materi hingga ujian final tiba.

Teman saya banyak sekali yang terlambat, dan toleransi yang diberikan oleh dosen ini hingga jam 8 pagi. Setelah itu, pintu ruangan ditutup, dan tidak ada lagi mahasiswa yang diizinkan masuk. Kami yang berada di dalam tersenyum puas, karena pengorbanan kami datang ke Unhas, Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 10 membuahkan hasil. Meski di sisi lain kami merasa kasihan bagi yang terlambat, karena banyak faktor yang bisa menyebabkan seorang mahasiswa terlambat.

Kuliah dilaksanakan dengan baik. Seluruh isi kelas menyimak materi yang dibawakan dosen. Sesekali dosen kami melontarkan pertanyaan dengan jawaban singkat dari kami. Ia juga banyak bercerita mengenai kasus terkait materi yang kami bahas di kelas. Untuk lebih memperjelas kondisi ril hukum di masyarakat. Meskipun kami duduk di bangku kayu, yang terkadang membuat punggung pegal, tapi kuliah ini tidak membosankan. Kami sepaham, bahwa materi yang diberikan oleh dosen yang satu ini worth it.

Sebelum menutup kuliah, beliau menyampaikan pesan yang cukup menggugah. "Manusia diciptakan memiliki satu mulut dan dua telinga. Semua ini punya makna. Telinga berfungsi untuk mendengar, sedangkan mulut untuk bicara. Ada pesan yang terkandung dari pemberian Tuhan tersebut. Mahasiswa harus lebih banyak mendengar, lebih banyak memahami, dan lebih sedikit bicara. Sekian kuliah hari ini, terima kasih".

Sunday, November 29, 2009

Pettarani, Jalan Favoritku

inilah jalan yang setiap pagi kulalui, mulai dari senin hingga jumat, atau bahkan hari sabtu dan minggu jika ada kegiatan di kampus. Terima kasih buat pemerintah Kota Makassar yang menjadikannya teduh, dan selalu menambal aspal jika ada aspal yang bolong, retak, dan senantiasa memperbarui cat warna hitam putih di median jalan dan di trotoar sepanjang jalan ini.

Jalan Andi Pangerang Pettarani merupakan salah satu jalan favoritku. Karena jalan ini cukup lebar, bisa sampai tiga lajur (kalo dipaksain), tapi karena banyak pedagang dan gedung yang ngembat badan jalan untuk parkiran, makanya yang efektif hanya dua lajur. jadi empat lajur untuk dua arah yang berlawanan.
Alhasil, Jalan AP Pettarani jarang macet. Kecuali:
1. Ada demo di KPU Makassar
2. Banjir di sekitar Jalan Faisal
3. Ada kecelakaan
4. Perbaikan Jalan (pengaspalan, drainase, dll)

Pettarani bagian selatan ke utara dapat saya tempuh dengan mobil selama sekitar 10 menit di hari libur (tidak ada macet, dan volume kendaraan hanya sedikit) dan pada hari kerja sekitar 20 menit. Perubahan waktu tempuh yang signifikan ini akibat penumpukan kendaraan di persimpangan menuju kawasan bisnis Panakukkang Mas, atau salah satu dari 4 sebab di atas.

Selain jarang macet, Pettarani dipayungi oleh pohon-pohon trembesi yang rindang pada median jalan, dan pohon-pohon yang bervariasi di sisi kanan kirinya. Mengapa bervariasi, karena jenis pohon yang di kanan kiri bergantung pada siapa yang menanamnya, dalam hal ini pemilik "teras" yang memang langsung dilewati oleh jalan AP Pettarani. Namun, terlepas dari mulus, rindang, dan kelancaran lalu lintas yang merupakan prestasi Jalan AP Pettarani, saya tetap berharap pemerintah memaksimalkan angkutan umum sebagai moda transprtasi moderen untuk menghindari ledakan volume kendaraan di jalan raya, serta yang juga urgent adalah pengurangan emisi karbon. Saya masih tetap memimpikan kereta api, bus, atau bahkan subway sebagai alat transportasi yang menjadi tren di kota Makassar, dan dipelihara oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga perjalananku ke kampus tidak akan dihiasi oleh keluhan "matahari yang menyengat", asap truk pengangkut pasir, dan kemacetan yang selalu mengintai selagi diler mobil dan motor masih produktif.