"Teman-teman kita aktivis era 98 ada yang sudah duduk di parlemen. Tetapi, keberadaan kawan-kawan di parlemen dan istana justru menjadi kekecewaan besar kita. Tidak ada yang benar-benar menunjukkan perjuangan ketika menjadi aktivis dulu sehingga harapan terhadap reformasi telah dibajak, tidak ada lagi komitmen. Kita gagal mencapai reformasi," ujar salah seorang aktivis 98, Embay Supriyanto, dalam diskusi "Reformasi Menuju Nadir" di Jakarta, Minggu (22/5/2011). Sejumlah aktivis 98 hadir dalam acara tersebut.
Memang sangatdilematis. Saat masih mahasiswa berkoar - koar membela rakyat dan menyerukan demokratisasi. Setelah mendapat jabatan, rekam jejaknya bahkan kabur. Semoga mahasiswa di generasi saya tidak seperti ini. Diam tidak selalu emas.
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah mantan aktivis mahasiswa 1998 menyatakan kecewa terhadap beberapa mantan aktivis seangkatan mereka yang bungkam setelah masuk dunia politik di parlemen. Padahal, dulu mereka sama-sama berjuang meruntuhkan kezaliman Orde Baru dan menuntut era reformasi yang lebih baik.
"Teman-teman kita aktivis era 98 ada yang sudah duduk di parlemen. Tetapi, keberadaan kawan-kawan di parlemen dan istana justru menjadi kekecewaan besar kita. Tidak ada yang benar-benar menunjukkan perjuangan ketika menjadi aktivis dulu sehingga harapan terhadap reformasi telah dibajak, tidak ada lagi komitmen. Kita gagal mencapai reformasi," ujar salah seorang aktivis 98, Embay Supriyanto, dalam diskusi "Reformasi Menuju Nadir" di Jakarta, Minggu (22/5/2011). Sejumlah aktivis 98 hadir dalam acara tersebut.
Hal yang sama disampaikan aktivis 98 lainnya, Ahmad Doli Kurnia. Menurut dia, secara umum anggota DPR berwajah muda belum menunjukkan kinerja yang baik. Padahal, beberapa di antaranya merupakan mantan aktivis 98. Oleh karena itu, kata Doli, orang-orang yang mengaku wakil rakyat di DPR harus didorong untuk meningkatkan kinerja dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
"Sebanyak 70 persen dari anggota DPR adalah wajah baru, dan 70 persen dari wajah baru itu adalah orang muda, termasuk angkatan 98. Nah, kami sebetulnya berharap kawan-kawan yang ada di DPR sekarang, termasuk yang muda-muda produk reformasi, tetap konsisten menjaga nilai-nilai atau semangat visi reformasi 98," ucap Doli.
Lebih jauh Asep menuturkan, perjuangan mahasiswa tahun 1998 sebenarnya hanya memberikan cek kosong kepada rakyat. Setelah Soeharto jatuh, tidak ada tawaran perubahan yang lebih baik. Era reformasi berjalan tanpa pengawalan.
"Ketika Soeharto turun, kita (angkatan aktivis 98) memberi cek kosong kepada rakyat, tidak punya agenda untuk sesuatu yang konkret setelah itu. Malah reformasi dibajak oleh orang lain karena kita tidak mengawalnya. Agenda besar, perubahan, harusnya di semua lini. Tetapi saat ini hanya perubahan pada kebebasan pers dan pendapat," kata Asep.
Oleh karena itu, para aktivis era 98 ini bertekad menggalakkan kembali semangat membangun reformasi. Menurut mereka, salah satu cara menggapai reformasi adalah dengan menghancurkan korupsi konspirasi, yang berujung pada ketidakadilan dalam hukum. Para koruptor bebas berkeliaran, sementara masyarakat harus gigit jari meratapi ketidakadilan dan kemiskinan.
"Bayangkan rakyat memimpikan lagi rezim Soeharto yang otoriter yang kita turunkan dulu. Kita seharusnya tetap ada untuk mengawal yang kita perjuangkan bersama. Tidak hanya satu atau dua orang, tetapi semua angkatan, harus berjuang bersama rakyat," tukas salah seorang aktivis, Firman Tandy.
No comments:
Post a Comment