Thursday, June 9, 2011

Ketika Lahan Semakin Sulit

Kehadiran  lapangan futsal indoor, tempat fitness indoor, bahkan lapangan badminton indoor adalah bukti bahwa lahan untuk aneka olahraga tersebut sudah tersedia terbatas. 10 tahun yang lalu, untuk bermain sepakbola atau badminton, cukup buka pintu, cari teman, dan jadilah permainan. Lapangan banyak tersedia di tiap RT atau minimal di kelurahan. Bahkan di jalanan depan rumah, modal bola plastik Rp 5000, anak - anak dan remaja bisa main bola sepuasnya, gratis. Ketika musim Thomas/Uber Cup, permainan berganti, raket dan shuttllecock pun dibeli. Soal lapangan? gratis.

Pergeseran mulai terjadi saat lahan lapangan berubah menjadi indomaret. Jalanan di depan rumah mulai sempit karena banyak mobil tetangga yang parkir. Bermain di jalanan depan rumahpun kurang aman, khususnya bagi warga yang tidak tinggal di kompleks perumahan. Zaman sekarang, anak SD kelas 6 pun balap2 sambil mengendarai motor mereka.

Investor kaya modal pun membangun lapangan futsal indoor. Sewanya terbilang mahal. Rp 150.000 - Rp 300.000 / jamnya. Bahkan di Kota Makassar, ada yang sampai Rp 500.000/ jam untuk weekend. Harga sewa tersebut bisa dishare untuk 10 - 15 orang. Meskipun demikian, tetap saja membuat olahraga yang tadinya gratis menjadi berbayar. Yang tadinya tidak terikat waktu, menjadi harus terjadwal. Tarif lapangan futsal indoor yang bersaing bukannya membuat pelanggan lari. Bahkan di beberapa lapangan, calon customer harus reservasi dahulu.

Karena olahraga menjadi barang mahal, kesehatanpun ikut mahal pula. Membahas makanan penuh bahan pengawet, penuh perasa buatan, penuh pewarna tekstil - adalah tidak ada habisnya di Indonesia. Semoga semoga semoga, individu Indonesia tetap sehat dan waras di masa yang akan datang.

No comments: