Thursday, March 28, 2013

Cincau dari Tetangga

Di siang hari yang terik, kenikmatan segelas es teler, tentu tak tertandingi. Nah, biasanya, es teler disajikan dengan potongan - potongan hitam seperti jelly, atau dikenal dengan cincau.

Cincau tidak sulit ditemukan di Indonesia. Apalagi bulan puasa. Potongan-potongan cincau yang agak besar, mudah didapat di pasar tradisional.

Tapi, untuk minuman cincau kalengan, kita harus mengimpor dari negeri tetangga.
Minuman kaleng seperti pada gambar, pertama kali saya lihat tahun 2012 lalu. Namun, saya baru tertarik mencobanya di awal 2013 ini.

Rasanya enak. Khas cincau, tidak manis, namun menyegarkan. Di akhir tegukan, saya juga mendapat kejutan. Ternyata, cincau dalam potongan - potongan kecil, juga ada di dalam minuman kaleng ini. Untuk menikmati sekaleng minuman segar ini, kita mesti merogoh koocek Rp 6.000. Harga yang relatif sama untuk segelas es teler gerobak.

Tapi, kenapa harus dari negeri tetangga?

Baru - baru ini, kanal National Geographic memutar "feature" mengenai bir Heineken. Kini, pabrik Heineken di Belanda mengirim 200 kontainer tiap harinya untuk didistribusikan ke berbagai penjuru dunia. Perusahaan ini berjaya karena berani merespon dibukanya keran penjualan bir di Amerika Serikat oleh Presiden Roosevelt pada tahun 1930an. Setelah menaklukkan Amerika, Heineken jadi bir nomor 1 di dunia.

Indonesia punya sumber daya. Dan suatu saat, Indonesia (pasti) bisa menguasai dunia. Dengan pemanfaatan optimal dan strategi penjualan terkemuka, negara kita tak perlu lagi jajan cincau dari tetangga.



No comments: