Internet adalah penyambung hidup kedua setelah makan minum.
Karena itu, sebelum tiba di Glasgow, saya dan mahasiswa Indonesia lainnya yang
akan bersekolah di kota terbesar ketiga di Britania Raya ini, getol mencari tau
how to get connected to the internet
setibanya di Glasgow.
Saat masih terkoneksi wifi..... |
Saya beruntung. Soalnya, flat yang akan saya tempati, masih
berlangganan dengan internet dari perusahaan lokal, dengan merek Sky. Saya tiba
di Glasgow tanggal 3 September. Kontrak internet baru akan habis pada 25 September. Lumayan banget kan, 3
minggu internet gratis.
Jadi, penghuni flat sebelumnya berlangganan paket internet
dengan tagihan £16.80 per bulannya. Tarif ini untuk internet unlimited dengan kecepatan hingga 50 Megabyte per detik!. Wah benar
saja, saat kami sampai, kami share
wifi sampai 6 orang, tapi bisa menonton video di Youtube tanpa buffering. Pokoknya aman lah. Wifi aktif
di laptop, sekaligus di smparthone,
juga di iPad.
Seminggu jelang tanggal 25 September, saya mulai mendiskusikan alias
merencanakan pembaruan langganan internet. Tanpa ragu, kami kembali memilih Sky
karena harganya terjangkau, dan sudah kami buktikan sendiri.
Di Skotlandia sendiri, ada beberapa perusahaan penyedia layanan
internet, atau diistilahkan di sini, broadband.
Yang paling besar adalah Sky, disusul dengan BT (British Telecom), lalu Virgin.
Di luar tiga besar, ada juga TokTok. Perusahaan penyedia broadband ini, juga bermain untuk layanan fixed telephone dan pay tv.
Jadi, di Skotland, punya antenna TV saja tidak cukup. Kita harus punya akun pay tv untuk bisa menonton.
Kembali ke internet. Jadi, tangal 24 September, usai shalat Idul Adha,
saya menyempatkan ke Buchanan Gallery di City Centre untuk mendaftar layanan
internet dari Sky. Setelah berputar – putar di lantai GF, saya belum juga
menemukan outlet Sky. Padahal, papan informasi di pintu masuk utama, sudah
menuliskan outlet Sky ada di lantai GF. Mau bertanya, tapi pada siapa #Halah.
Jadi, sudah 2 mal saya datangi di Glasgow, dan tidak ada satupun Mal yang
menyediakan resepsionis atau sekuriti yang bisa ditanyai.
Sekali lagi saya tawaf di
lantai GF, dan akhirnya melihat outlet Sky yang nyempil di antara eskalator turun dan Boots - toko penyedia kosmetik dan obat-obatan.
Outletnya Sky ini tak lebih besar dari outlet Juice Bar di lantai LG. Tidak ada tempat duduk. Kalau di Jakarta,
model outletnya ini besarnya seperti outlet sari tebu di mal – mal Jakarta.
Iya, sekecil itu. Ditambah lagi, staf salesnya
hanya 1 orang.
Jadi nama mas salesnya adalah
Kevin. Saya menunggu lebih dari 10 menit untuk dilayani, karena ada pelanggan,
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan 1 anak kecil, yang sedang sign up untuk jadi pelanggan baru Sky.
Kevin bicara dengan logat Scottish,
tapi akhirnya bicaranya agak pelan, saat saya jelaskan kalau saya dari
Indonesia. Jadi, Kevin hanya menjelaskan singkat sekali soal Sky. Soalnya,
sebelum menjelaskan, dia bertanya, apakah sebelum saya mendaftar, saya sudah
baca informasi di internet, terkait paket apa yang akan saya daftar. Lalu saya
jawab iya, dan akhirnya dia bisa cepat mengisikan formulir.
Saya diminta menulis nama, nomor ponsel UK, alamat, dan informasi
dasar lainnya. Sambil saya menulis, Kevin juga mengetikkan informasi ini di
iPad yang dia pegang. Setelah itu Kevin menjelaskan kapan pembayaran pertama
jatuh tempo, dan proses pengiriman alat milik Sky.
Untuk mendaftar, saya membayar deposit £5. “Alat” untuk receiver
internetnya ini sebenarnya harganya lebihd ari £60. Tapi untuk paket yang saya
daftar, harga alatnya ini gratis. Saya membayar deposit dengan kartu kredit
dari Indonesia. Kartu debit saya dari BNI, BCA, maupun BRI, ditolak oleh
“server”nya Sky. Hahhaha.
Sebelum formulir - yang belakangan ternyata adalah kontrak – ini saya
tanda tangan, Kevin membacakan ulang summary
dari data inti yang saya isikan tadi. Saya diminta menyebutkan kode pos,
dan aplikasi di iPad Kevin melacak alamat saya, lalu sepertinya dia memilih
nomor flat.
Nomor flat inilah yang belakangan jadi masalah.
Yang m – e – r – e – p – o – t – k – a – n .
Jadi, setelah beres dengan Kevin, saya harusnya tinggal menunggu 4
atau 5 hari, hingga alat dari Sky terkirim ke Flat. Lalu menunggu 1 hari lagi,
hingga internet bisa diaktifkan. Tapi, ternyata, saya harus menunggu lebih
lama.
Siang tadi, selepas kelas menulis esai, saya pulang ke flat. Saya utak
– atik lah pesan masuk di 3 email saya satu per satu. Salah satunya email dari
Sky, yang sebenarnya sudah terkirim dari kemarin. Isinya, saya bisa
mengaktifkan akun MySky untuk melihat status pengiriman alat, melihat tagihan,
dan seterusnya.
Saya daftarlah ke akun ini. Cepat atau lambat, toh harus daftar juga.
Lalu, keanehan mulai terkuak.
Ternyata, nomor flat yang ada di akun online saya SALAH !.
Harusnya flat 2/1, tapi di website, tertulis flat 0/1. Astaga. Lalu
saya mencari kontrak dari Sky. Di kontrak, tertulis alamat yang benar. Saya
langsung ingat Kevin. Jangan – jangan, dia salah menginput alamat saya, saat
mendaftar di Buchanan Gallery beberapa hari lalu.
Saya langsung menelpon Kevin, yang memang mencatatkan nomor ponselnya di halaman belakang kontrak. Tidak diangkat. Tapi, saya meninggalkan pesan, yang isinya, bahwa alamat saya salah, sehingga paket yang isinya alat dari Sky, tidak akan tiba di flat saya.
Saya langsung menelpon Kevin, yang memang mencatatkan nomor ponselnya di halaman belakang kontrak. Tidak diangkat. Tapi, saya meninggalkan pesan, yang isinya, bahwa alamat saya salah, sehingga paket yang isinya alat dari Sky, tidak akan tiba di flat saya.
Sembari menunggu respon Kevin, saya berusaha menemukan solusinya di
website Sky. Sky juga menyediakan layanan chat dengan customer service secara online. Si Admin customer service sudah sempat menyapa. Tapi kemudian, saya
kehilangan dia. Hahhahaha. Iya, hanya ada tulisan Try Again dan simbol refresh
di laman yang saya buka.
Usut punya usut dari website Sky dan FAQs, tidak mudah ternyata untuk
sekadar mengganti alamat. Tertulis, pelanggan harus memberi tahu 2 pekan
sebelumnya, untuk memindah alamat. Ternyata, ini karena kabel LAN dari alat
punya Sky, harus disambungkan dengan socket
milik British Telecom yang sudah terpasang di tiap flat. Astaga.
Saya melihat jam dinding. Sudah jam 4 sore. Saya googling, Buchanan Gallery masih buka sampai jam 7 malam. Tapi,
dengan asumsi, belum tentu outlet Sky juga buka sampai jam tersebut. Segera
saya ambil jaket tebal, make up
sedikit (teteup), dan memastikan Subway smart
card saya tersimpan di tas. 15 menit kemudian, saya sudah di pintu Buchanan
Gallery.
Di Counter Sky, tidak ada Kevin. Ada 2 orang laki – laki. Satunya
masih muda dan satu lagi sudah terlihat berumur. Sayangnya, saya dilayani oleh
stafnya yang berumur – sedih hati adek bang, hahaha.
Oh, dan bukan masalah berumurnya. Aksennya parah. Saya sulit mengerti
penjelasannya. Haduh. Pertemuan saya dengan dia, juga tidak berarti banyak.
Solusi yang dia berikan, adalah menelpon Call
Centre dan menjelaskan kalau saya harus re-book
alat dari Sky, karena alamat saya salah. Padahal saya sudah jauh – jauh ke City
Centre, ujung – ujungnya menelpon Call
Centre. Yah, itulah cobaan.
Jadi, saya ke luar Buchanan Gallery, duduk melantai di tangga, dengan
orang – orang lalu lalang di hadapan saya, menenteng tas belanja, ataupun
sambil mengungyah Pretzels.
Seperti biasa, nomor Call Centre
dijawab mesin otomatis. Tapi ini bukannya menjawab, mesin otomatis ini malah
bertanya. Kira – kira pertanyaannya adalah “Jelaskan dalam kalimat singkat, apa
yang menjadi masalah Anda, sehingga Anda menghubungi Call Centre Sky”.
Saya menjawab pertanyaan ini dengan salah. Karena jawaban saya lebih
dari 3 kalimat. Hahaha. Di kesempatan kedua, saya menjawab “My Address is incorrect”, barulah saya disambungkan ke departemen,
yang katanya bisa membantu saya. Saya dijawab oleh bapak – bapak. Suaranya clear, aksennya juga lumayan bisa dimengerti.
Eh, ternyata si bapak bukanlah jalan keluar dari solusi saya. Dia bilang, akan
sambungkan ke koleganya, untuk membantu saya. Walah, ribet ya.
Oke, sudah 4 menit saya tersambung, dan di ujung telepon, masih
terputar alunan musik, tanda telepon sedang dihold. Total, ada 3 orang, semuanya laki – laki, yang katanya
membantu saya dengan urusan salah alamat ini.
Orang terakhir mengatakan, alamat saya sudah bisa diubah.
Tapiiiiiiiiiii, alat milik saya baru akan dikirim lagi, 2 pekan kemudian. Untuk
tagihan, juga akan mundur, mengikuti waktu pengiriman.
Tentu lega, akhirnya, masalah ini bisa teratasi. Pekerjaan berikutnya
adalah, mampukah kami bertahan 2 pekan tanpa internet di flat?.
Di ponsel kami masing – masing, internet bukanlah tidak bisa diakses.
Tapi, kami hanya berlangganan data sebesar 500 MB per bulannya. Jumlah yang
sangaaaaat sedikit dibanding dahaga kami akan koneksi.
Yah, ini namanya apes. Saya harus menanggung akibat, yang sebenarnya
bukan salah saya. Saya sudah memasukkan data dengan benar. Tapi somehow mungkin jari Bang Kevin
terpeleset, sehingga angka 2 dia ketik jadi 0. Meskipun letak kedua angka ini
berjauhan yah.
Tapi,saya toh pada akhirnya saya harus mengikuti sistem yang sudah
dibuat perusahaan ini. Bahwa penggantian alamat, bukanlah mekanisme mudah.
Sistem mereka sudah diatur sedemikian rupa, sehingga mengganti alamat adalah
juga mengganti jalur aktivasi dari layanan internet dan telepon dari perusahaan
mereka. Hikmahnya juga adalah, agar saya dan kak Tika (flatmates) saya, mengurangi nongkrong di flat, dan mengakses
internet di lingkungan kampus. Oke, Glasgow University Library, sambutlah kami,
fakir wifi. Hahahaha
No comments:
Post a Comment