Nilai kerugian negara adalah 3 milyar, 200 juta rupiah, what a funtastic number.. Lebih lebih kalau diurai.. Tiga ribu dua ratus juta rupiah.. Wow.
Sidang ini sudah dimulai sejak bulan juni lalu. Sekarang september. Berarti empat bulan sudah, belum vonis, dan belum proses banding.
Terkadang masyarakat mengeluh. "Kok tuntutannya cuma 4 bulan?". "Kok vonisnya bebas?". "Kok lama proses sidangnya". Saya juga masyarakat itu, dan setelah mengikuti 2 sidang korupsi (zain katoe, dan kini sidik salam), perlahan saya mulai mengerti.
Kasus korupsi, sangat jarang dilakukan oleh 1 orang oknum. Jadi, korupsi dilakukan secara sistematis, dan melibatkan beberapa orang. Hal ini bisa dilihat dari proses pemeriksaan saksi di persidangan. Di kasus SS ini misalnya, saksi dari auditor BPKP menyatakan 20 orang yang terkait secara administratif atas korupsi ini. Dan bisa dikatakan bukan SS "dalangnya".
Nah, ini dia jawaban mengapa yang disidang, yang dapat hukuman ringan. Oknum yang terseret ke meja hijau hanyalah "tameng" dan mungkin "jatah"nya dari hasil korupsi amatlah sedikit.
Kedua, mengapa sidang prosesnya lama? Tentu saja persoalan SDM. Majelis hakim yang selalu memimpin sidang korupsi, ternyata juga memimpin sidang untuk kasus lain. Termasuk pencurian, KDRT, dan seterusnya. Capek kan hakimnya? Tidak fokus terhadap hanya 1 kasus. Di pihak kejaksaan juga sama. Penyidik tidak hanya fokus pada kasus korupsi ini.
Dalam 1 perkara korupsi, khususnya di PN makassar ini, ada saja agenda sidang yang harus tertunda, karena berkas JPU belum siap lah, tuntutan belum siap, hingga pemanggilan saksi yang tidak patut. Sangat sepele untuk kasus "dimakannya uang rakyat".
Kesimpulannya, negeri ini butuh orang berdedikasi dan masyarakat yang harus disuplai informasinya terhadap hal yang berkaitan dengan hak mereka. Coba masyarakat kritis, tidak tunda kan sidangnya pak?
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments:
Post a Comment