Tuesday, October 13, 2015

Mengubah Makanan Pokok - Bisakah Tanpa Nasi?

Berubah? Bukan hal yang mudah. Termasuk mengubah kebiasaan. Mengubah pola makan. Mengubah makanan pokok. Nasi.

Sebelum ke Glasgow, sering teman - teman bertanya. "Wah, sanggup gak kira - kira kalau gak makan nasi?".

Jujur, sayapun juga bertanya, sanggupkah diriku melepas ketergantungan makan nasi. Kini,
Setelah sebulan lebih di kampungnya orang, terjawab pertanyaan itu.

Bisa, jawabannya. Yang penting niat. Beras 1 kilogram tidak begitu mahal. £0.45 harganya, dan bisa didapatkan di Tesco ataupun grocery yang jual bahan makanan India. 

Rice cooker pun ada di flat. Jadi, mau makan nasi 3x sehari juga oke. Tapi, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Adaptasi.

Mulailah saya beradaptasi dengan mengurangi makan nasi. Spageti atau roti pun jadi gantinya. Kebetulan, roti di sini sangat beragam jenisnya. Harganya pun sangat terjangkau. Jatuh cinta saya dengan olahan tepung terigu maupun gandum di sini.

------

Kemarin, saat pengajian dengan KIBAR Glasgow, saya membeli Pempek. Pembuatnya adalah anak dari mahasiwa Phd asal Indonesia bernama hani. Hani ini sudah SMA, dan melakukan penggalangan dana untuk menghadiri acara sosial di Thailand.

Pempek ini boleh juga rasanya. Sudah saya coba 1 potong saat sahur tadi. Percobaan pertama, tanpa kuah. Saat berbuka, saya coba tenggelamkan potongan - potongan pempek ke dalam kuah cuka yang lengkap dengan irisan timun. Enak.
Pempek (kiri). Roti gandum (kanan) 


Kalau di Indonesia, pempek kadang dimakan dengan mie kuning. Saya sendiri sebenarnya niat makan pempek pakai nasi. Hahaha

Tapi, saya urungkan niat makan nasi. Pertama, malas masak. Kedua, saya rasa, saya sudah terbiasa makan tanpa nasi. 

Lalu kenapa pempek dimakan dengan roti? Pertama, pengen coba. Kedua, tetap kurang "nendang" tanpa kehadiran subtitusi dari nasi. Hehehe


Tanpa tergantung dengan nasi, banyak olahan yang masih tetap bercita rasa Indonesia. Selama dalam adonannya ada bawang putih, bawang merah, atau lada. Selain itu, meminimalisasi makan nasi, juga akan menumbuhkan kreativitas. Apa yang ada di Tesco dan Sainsbury, itulah yang kita masak.
Martabak Makaroni ala Okky.

Makan Burger - Burgeran Dengan Sayur Tumis ala Mamaku. :)
Waktu masih di Jakarta, mungkin orang sekitarku akan beranggapan kalau saya dapat mukjizat karena rajin memasak. Maklum, saya bisa dibilang hanya sebentar mencicipi rasanya jadi anak kos di ibukota. Selebihnya, ada mama tercinta yang selalu memasakkan menu - menu enak. Bangun tidur ada makanan. Pulang kantor juga ada makanan. Terjamin bukan..

Selain itu, kata teman saya di Glasgow, "iyalah, kan kalau tinggal sendiri, di Jakarta lebih murah beli daripada masak sendiri....". Pendapat ini ada juga benarnya. Soalnya di negeri orang, beli makan di luar harganya relatif mahal. Di Mal Pasific Place atau Plaza Senayan di Jakarta, coba perhatikan harga - harga makanannya. Nah, segitu lah harga makanan di cafe atau resto di Glasgow. 

No comments: